Dunia tengah memasuki era Revolusi Industri Keempat yang memanfaatkan berbagai teknologi canggih dalam setiap lini kehidupan.
Apa itu Revolusi Industri 4.0?
Revolusi Industri 4.0 adalah penerapan sistem otomatis yang dilakukan sepenuhnya oleh teknologi mesin (robot) dan teknologi Internet (IoT) dalam industri konvensional sehingga keduanya dapat saling terhubung dan berbagi informasi satu sama lain dalam pengaplikasiannya tanpa menggunakan tenaga manusia.
Klaus Schwab menyebutkan terdapat tiga klaster yang jadi pendorong terjadinya revolusi Industri Keempat.
Founder World Economic Forum tersebut memaparkan hal ini dalam bukunya yang tersebut tahun 2016 berjudul The Fourth Industrial Revolution.
Kecerdasan buatan atau AI berada menjadi klaster pertama dalam empat bidang yaitu kendaraan tanpa awak, mesin percetakan 3D, robot yang canggih dan penciptaan material yang bisa didaur ulang, adaptif, lebih kuat dan lebih ringan.
Klaster kedua yaitu perkembangan digital yang meliputi internet of things (IoT), mata uang digital atau blockchain dan on demand economy.
Sementara klaster ketiga yaitu biological melalui pengeditan gen hingga rewrite DNA.
Hanya menunggu hari untuk menghadapi revolusi industri keempat ini. Sementara dampaknya akan dirasakan di semua lini kehidupan terutama pada ketersediaan lapangan kerja.
Akan ada banyak pekerjaan yang sifatnya repetitif akan hilang digantikan dengan mesin atau robot. Namun di sisi lain akan tercipta lebih banyak pekerjaan di bidang-bidang baru yang selama ini bahkan belum pernah ada.
Lalu apa hubunganya revolusi industri keempat, lapangan kerja dan para pelajar di Indonesia? Tak dipungkiri, penyerapan lapangan kerja dipengaruhi oleh pendidikan yang diterapkan di sebuah negara.
Bila lapangan pekerjaan baru hadir, sementara gaya pendidikan serta kemampuan yang dimiliki oleh para pelajar kurang mendapatkan eksplorasi, apakah bisa mengikuti perubahan zaman yang terjadi sangat cepat ini?
Salah satu pertanyaan yang menggelitik apakah lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) memiliki bekal pemahaman yang cukup untuk memasuki dunia kerja masa depan?
Fakta di lapangan untuk saat ini lebih parah, lulusan SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi banyak yang merasa salah jurusan. Penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN) tahun 2017 menunjukkan, 87% mahasiswa di Indonesia merasa salah memilih jurusan.
Isu ini sepertinya perlu untuk dibahas lebih lanjut oleh para guru, siswa, orang tua siswa hingga kementerian pendidikan guna mendapatkan formula terbaik agar siswa SMA mampu menentukan perguruan tinggi yang sesuai dengan kemampuannya sebelum menghadapi revolusi Industri Keempat.